16 Mei 2010

kuda

expr:id='"post-body-" + data:post.id'> Seekor anjing tampak menatapi tingkah seekor kuda yang berlari-lari tak jauh dari hadapannya. Sang kuda begitu ceria. Sesekali, kuda menggoyangkan kepalanya seperti sedang berdendang riang. Anjing pun mengubah wajah cemberutnya dengan bersuara ke arah kuda.

“Kamu begitu bahagia, kuda?” tanya sang anjing menampakkan wajah penasaran. Padahal, di masa kering seperti ini, sebagian besar penghuni padang rumput terjebak kehidupan yang begitu sulit.


“Ya, aku bahagia!” ucap kuda sambil terus berlari kecil seraya tetap mengungkapkan keceriaannya.

“Kamu tidak merasa susah di masa kering seperti ini?” tanya anjing dengan wajah masih muram.

“Tidak!” jawab kuda singkat. Gerakan larinya makin melambat. Dan, sang kuda pun menghentikan langkahnya di depan sang anjing.

“Apa kamu sudah kaya, temanku?” tanya si anjing serius. Yang ditanya tidak memberikan reaksi istimewa. Kuda cuma menjawab pelan, “Tidak!”

“Mungkin kamu sudah punya rumah baru seperti kura-kura, keong, atau yang lainnya?” tanya anjing tetap menunjukkan rasa penasaran. Kuda hanya menggeleng.

“Mungkin kamu sudah bisa menghasilkan mutiara seperti para kerang di laut?” tanya sang anjing lagi. Lagi-lagi, kuda menggeleng. “Lalu? Kenapa kamu begitu bahagia?” sergah anjing lebih serius.

“Entahlah,” jawab kuda sambil tetap menunjukkan wajah cerianya. “Aku bahagia bukan karena punya apa-apa. Aku bahagia karena bisa memberi apa yang kupunya: tenaga, kecerdasan, bahkan keceriaan,” jelas kuda begitu panjang.

“Itukah yang membuatmu bahagia dibanding aku?” tanya anjing mulai menemukan jawaban menarik.

“Aku merasa bahagia dan kaya karena selalu berpikir apa yang bisa kuberikan. Dan bukan, apa yang bisa kudapatkan,” tambah si kuda yang mulai beranjak untuk kembali berlari. **

Manis pahit kehidupan kadang bergantung pada bagaimana kita memandang. Dari situlah sikap diri akan menemukan cermin. Kalau hidup dipandang dengan wajah muram, maka cermin akan memantulkan sikap susah, suram, dan tidak mengenakkan.

Cobalah letakkan mata hati kita di tempat yang nyaman untuk memandang hidup ini secara positif. Maka, kita akan menemukan energi baru tentang bagaimana mengarungi hidup.

Dari situlah, sikap yang muncul persis seperti diungkapkan sang kuda, “Aku merasa bahagia karena selalu berpikir apa yang bisa kuberikan. Bukan, apa yang bisa kudapatkan.” (muhammadnuh@eramuslim.com)

**

فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ﴿٦﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى ﴿٧﴾ وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى ﴿٨﴾ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى ﴿٩﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى ﴿١٠﴾


Tetap update tulisan dari Nisa El Syahidah di manapun dengan http://m.cybermq.com dari browser ponsel anda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar